DPR Anulir Putusan MK, Gibran Diuntungkan, Kaesang Terancam

Foto: DPR Anulir Putusan MK, Gibran Diuntungkan-Istimewa-

RAKYATEMPATLAWANG - Dalam perkembangan politik terbaru yang menimbulkan polemik, DPR RI melalui Badan Legislasi (Baleg) telah mengambil langkah kontroversial dengan merevisi UU Pilkada, yang secara efektif menganulir putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan usia calon kepala daerah.

 Langkah ini dipandang sebagai bentuk pembangkangan terhadap putusan pengadilan yang seharusnya final dan mengikat, sesuai dengan konstitusi.

Putusan MK yang dipertanyakan adalah Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang menguntungkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo.

 Putusan ini, yang dilihat sebagai langkah kontroversial, memungkinkan Gibran maju sebagai calon wakil presiden meski belum genap berusia 40 tahun. 

BACA JUGA:Peluang Emas bagi Tamatan SMP: CPNS 2024 Kemenag Lubuk Linggau Buka Formasi Spesial!

BACA JUGA:Para Akademisi dan Aktivis 1998 Gelar Aksi Unjuk Rasa Kawal Putusan MK

DPR saat itu tidak mempersoalkan keputusan tersebut meskipun banyak pihak melihat kejanggalan dalam proses pengambilan keputusan oleh MK.

Namun, situasi berbeda terjadi terkait putusan terbaru MK yang merugikan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi. 

MK memutuskan bahwa usia minimal calon kepala daerah harus dihitung sejak penetapan calon oleh KPU, yang membuat Kaesang tidak memenuhi syarat untuk maju sebagai calon wakil gubernur Jawa Tengah karena usianya baru 29 tahun saat penetapan dilakukan.

Merespons putusan yang merugikan Kaesang, DPR dengan cepat merevisi UU Pilkada berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA), yang menghitung usia calon sejak tanggal pelantikan.

BACA JUGA:Ekspresi Bahagia Pemenang Lomba Panjat Pinang Berhadiah Janda Ternyata!

BACA JUGA:Kesempatan Emas di RS AR. Bunda Lubuklinggau: Lowongan Kerja untuk Posisi Perawat!

 Dengan revisi ini, Kaesang akan memenuhi syarat untuk maju karena usia 30 tahun yang akan dicapainya pada Desember 2024.

Langkah DPR ini mendapat kritik keras dari berbagai pihak, termasuk pakar hukum tata negara yang menilai tindakan ini sebagai upaya melawan konstitusi dan membahayakan prinsip hukum yang berlaku.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan