Titik Pulang
Dahlan Iskan foto bersama para peserta diskusi di SF.—--
Cuco San
Sepertinya ada perbedaan makna antara critical thinking dan creative thinking .... Kalau pikiran kritis itu fokus pada norma, sehingga diujungnya ada pernyataan benar atau salah terhadap norma .. Sedangkan pikiran kreatif itu biasanya memunculkan pemikiran "diluar norma", sehingga lahir model adaptasi, inovasi, invensi, dan seterusnya ... Mungkin warga 62 itu sangat kritis, tapi kurang kreatif ... xixixi
ALI FAUZI
Tidak adanya critical thinking paling kentara itu di pondok pesantren. Saat mengaji kitab kuning, misalnya, 100% cuma satu arah: dari sang kyai. Santri tidak berani bertanya --meski punya pendapat berbeda. Kalau pun dikasih waktu untuk bertanya, bisa jadi santri tak akan berani bertanya. Karena sudah terdoktrin bahwa beda pendapat dengan kyai itu termasuk tidak punya adab. Apalagi lagi ada slogan: Mati urip melu kyai (hidup mati ikut kyai).
Jimmy Marta
Kota San Fransisko berbukit bukit. Indah. Ada pemandangan teluk di sisi dalam. Ada laut disisi luar. Seperti Balikpapan - di tahun 3024. -----‐---‐--------------- Seribu tahun lagi. Itu entah kapan. Bak sebuah kemustahilan. Seperti impian yg tak mungkin jadi kenyataan. Tapi.... Aku pergi takkan lama Hanya satu hari saja Seribu tahun tak lama Hanya sekejap saja Kita kan berjumpa pula
Liam Then
Berikut contoh critical thinking. Dulu sekali kami nonton "Baywatch" bareng, lihat orang lari-lari. Langsung ada yang bertanya: "Kok bisa gede gitu yah"?!
Mirza Mirwan
BERPIKIR KRITIS Kartika, sebut saja begitu, murid kelas V SD. Ia murid yang pintar. Suka bikin guru kelabakan dengan pertanyaan kritisnya. Suatu hari saat pulang sekolah ia mendapati tiga orang dewasa -- Pardi, Parno, dan Parman -- mengelilingi sebuah motor kargo (roda tiga), sepertinya sedang bertengkar. Atau tepatnya ribut. Rupanya mereka sedang kesulitan membagi 23 buah durian yang ada di bak motor. "Nah, kebetulan ada kamu, Tika," kata Parno, yang tahu benar bahwa Kartika anak yang pintar. "Menurut Tika, bagaimana membagi dengan adil 23 durian ini untuk kami bertiga." Ternyata 23 durian itu dibeli dengan uang patungan dari Pardi dan Parno, sedang Parman yang punya motor kargo yang disuruh membelikannya ke kota. Sebelumnya sudah ada perjanjian, Pardi mendapat setengahnya, karena uangnya lebih banyak. Parno mendapat sepertiga, sedang Parman mendapat seperdelapan. "Gampang, Om, anggap saja jumlah duriannya 24 buah," kata Kartika. "Tapi ini hanya 23 durian, Tika," kata Pardi. "Makanya anggap saja 24 durian, Om." Pardi dan Parno saling-pandang. Saling-tanya lewat mata. "Om Parman bagiannya seperdelapan, kan? Nah, seperdelapannya 24 berarti tiga." "Lho...lho..., Tik....?" kata Pardi dan Parno berbarengan. "Om Parno sepertiga, berarti 8 durian." "Wah...saya dong yang rugi," kata Pardi. "Ya nggak dong, Om, 3 ditambah 8 kan 11. Berarti masih sisa 12 durian. Nah, setengah dari 24 berapa sih?" "12, Tik." "Makanya." Pardi, Parno dan Parman tersenyum malu. Kalah dari anak SD.
Ibnu Shonnan
Kenapa kita lemah dalam critical thinking. Karena anak-anak kita kemauan bertanya sangat rendah. Lah mau terlatih bertanya dari mana. La wong sejak kecil, mau bertanya atau meminta pada orang tua, orang tua tidak punya apa-apa. Mungkin tahun depan anak-anak kita akan mulai belajar bertanya : "ibu guru, besok siang makan siang menunya apa?"
Fiona Handoko
selamat pagi bpk leong. sebenarnya kita sudah dari duluu. sudah diajari critical thinking oleh bpk prof rusuhwan lo. ada air panas untuk mandi? kalau hujan, air tampias kah? apakah tempat tidur aman dari binatang liar? dst, dst. nanti di reuni pesuruh perusuh ke iii. mba pipit jangan lupa bawa teko listriknya ya. untuk di trial buat mandi bpk prof.
Fiona Handoko