Protes ASN: Korpri Diharapkan Lebih Responsif Mengakomodasi Keluhan dan Kebutuhan Pegawai Negara
--
REL,BACAKORAN.CO - Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia baru-baru ini menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan dan keputusan yang mereka anggap tidak adil, salah satunya terkait pemecatan sewenang-wenang oleh pejabat di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro. Isu ini menarik perhatian publik, mengingat stigma terhadap ASN sebagai 'kaki tangan' pemerintah yang seharusnya tidak terlibat dalam aksi demonstrasi.
Korpri: Wadah untuk Menyuarakan Keluhan ASN
ASN di Indonesia memiliki wadah organisasi yang bernama Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia), yang seharusnya menjadi saluran bagi ASN untuk menyuarakan aspirasi, terutama terkait isu-isu kesejahteraan dan kebijakan pemerintah.
Korpri, yang didirikan pada 29 November 1971 berdasarkan Keppres RI Nomor 82 Tahun 1971, memiliki sejumlah fungsi penting, seperti meningkatkan profesionalisme anggota, memperjuangkan kesejahteraan, serta memberikan bantuan hukum dan pelindungan bagi anggotanya.
Namun, peran Korpri dalam mengakomodir keluhan ASN tidak selalu terdengar atau tampak jelas di publik, meskipun organisasi ini seharusnya berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi para pegawai negeri.
BACA JUGA:Mobil Dinas Tabrak Pejalan Kaki hingga Adu Banteng di Jakarta Barat, Lima Orang Terluka
Protes ASN Terhadap Kebijakan Pemerintah
Isu ketidakpuasan ASN ini bukanlah yang pertama kali muncul. Beberapa waktu lalu, Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (ADAKSI) menggelar protes besar terkait belum dibayarkannya Tunjangan Kinerja (Tukin) dosen sejak tahun 2020.
Para dosen ASN tersebut berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika pemerintah tidak segera memberikan kepastian terkait pencairan tunjangan tersebut pada 2025.
Selain itu, mereka juga mengancam akan melakukan aksi mogok mengajar sebagai bentuk protes jika pemerintah terus tidak memberi solusi.
Protes tersebut berakar pada pernyataan Sekretaris Jenderal Kemendikti Saintek, Togar M. Simatupang, yang menyatakan bahwa pada tahun 2025 tidak ada anggaran untuk pembayaran tukin dan tunjangan profesi bagi dosen.
Meskipun demikian, pihak Kemendikti Saintek berusaha untuk mengajukan anggaran sebesar Rp2,8 triliun kepada Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan.
BACA JUGA:Kerugian Asuransi Akibat Kebakaran Los Angeles Diproyeksi Mencapai US$ 20 Miliar
Protes Terkait Tunjangan Hari Raya dan Gaji ke-13