Sekolah Swasta Wajib Gratis, Siapa yang Bayar?

RESES: Gubernur Sumsel, H Herman Deru saat menyambut tim kunjungan kerja reses Komisi X DPR RI dalam pertemuan yang berlangsung di Palembang, Rabu (28/05/2025). Foto: Kominfo Sumsel--
REL, Palembang — Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan pemerintah menggratiskan pendidikan sembilan tahun di sekolah swasta memicu pertanyaan besar dari Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru.
Dalam pertemuan dengan Komisi X DPR RI di Palembang, Rabu (28/5/2025), Herman Deru mengungkapkan kekhawatirannya terhadap implementasi teknis kebijakan tersebut.
“Ini menjadi pertanyaan, terutama bagi sekolah swasta. Mudah-mudahan pertemuan ini efektif dan menghasilkan regulasi turunan yang tepat,” ujar Herman Deru saat menyambut kunjungan kerja Komisi X DPR RI dalam masa reses.
Keputusan MK ini muncul setelah dikabulkannya uji materi atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
BACA JUGA:Kantor Imigrasi Palembang Bakal Dirombak Total
Salah satu poin krusial dalam putusan tersebut adalah kewajiban pemerintah menjamin pendidikan gratis hingga jenjang pendidikan menengah pertama (SMP), tidak hanya di sekolah negeri tapi juga di sekolah swasta.
Herman Deru berharap forum dialog dengan Komisi X DPR RI ini menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasi daerah, terutama terkait kesiapan anggaran dan tanggung jawab pembiayaan pendidikan di sekolah swasta.
“Kami ingin koordinasi yang jelas, agar tidak terjadi kesenjangan dalam pelaksanaan di lapangan,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Mahfudz Abdurrahman, menegaskan bahwa pihaknya akan menggali lebih dalam soal teknis implementasi kebijakan tersebut.
BACA JUGA:Ini 4 Rekomendasi Wisata Religi di Riau yang Sarat Sejarah dan Nilai Spiritualitas
“Kami akan menggunakan hak bertanya dalam masa persidangan ini, agar bisa mendengar langsung dari stakeholder daerah seperti Gubernur Sumsel,” ujarnya.
Mahfudz juga memperkenalkan mitra kerja yang hadir dalam pertemuan itu, termasuk mitra baru yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang diharapkan bisa memberikan kontribusi ilmiah terhadap kebijakan pendidikan nasional.
Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya adil, tetapi juga realistis.
Pemerataan akses pendidikan yang berkualitas memang menjadi tujuan, namun mekanisme pelaksanaannya harus jelas agar tidak membebani satu pihak saja.