Matahari Kembar

--

Saya mengenal Junaini di majalah TEMPO. Sesama koresponden di daerah. Junaini di Kalbar, saya di

Kaltim. Ketika saya pindah menjadik kepala biro TEMPO di Surabaya, Junaini tetap di Pontianak.

Maka saya pilih Junaini untuk mewakili saya di Pontianak. Yakni saat saya diserahi membangun kembali

surat kabar daerah yang sedang sulit di sana: Akcaya (baca: Aksaya).

Junainilah yang saya minta untuk menjadi pemimpin redaksi surat kabar itu. Terbitnya pun saya ubah:

dari mingguan menjadi harian.

Junaini dikenal sebagai sosok tidak mau kompromi. Dalam prinsip maupun dalam keseharian. Ia

wartawan yang anti amplop –maupun yang lebih penting dari amplop, yakni isinya.

Saya tidak pernah bertanya apa arti KS di belakang namanya. Baru kemarin saya bisa menduga. Yakni

dari edaran pemberitahuan meninggalnya: Junaini bin Kasimin. Rupanya Kasimin disingkat KS.

"Kok nama ayahanda ayah Anda seperti nama Jawa?"

"Kakek memang orang Jawa," jawab Iqbal, anak bungsu Junaini.

Tentu saya tidak pernah menyangka Junaini anak orang Jawa. Gaya bicaranya sangat Melayu-Kalbar.

Kadang saya sulit menangkap maknanya.

Sang ayah bukan transmigran Jawa di Kalbar. Ia pegawai negeri di kementerian pekerjaan umum yang

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan