BMKG Tingkatkan Modifikasi Cuaca

Dwikorita Karnawati. Foto: dok/Istimewa--

REL, Palembang – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus mengoptimalkan mitigasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan puncak musim kemarau saat ini memerlukan kewaspadaan tinggi dan aksi cepat untuk mencegah meluasnya titik api. BMKG memaksimalkan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), pemantauan atmosfer harian, serta kolaborasi patroli darat lintas sektor.

“Hari ini merupakan salah satu hari paling kritis dalam seminggu terakhir, dengan tingkat kemudahan terbakar yang sangat tinggi. Kami telah kembali mengaktifkan OMC tahap kedua dan mengarahkan semaian ke zona-zona merah yang paling rentan terbakar,” ujar Dwikorita dalam rapat koordinasi kesiapsiagaan karhutla di Palembang. Rapat ini dihadiri Menteri Lingkungan Hidup, Kepala BNPB, dan jajaran pemerintah daerah.

OMC di Sumatera Selatan telah berlangsung sejak 13 hingga 18 Juli lalu, menghasilkan hujan signifikan hingga 6,7 juta meter kubik di wilayah-wilayah prioritas, terutama lahan gambut pesisir timur. Intervensi ini dinilai berdampak besar dalam menekan potensi kebakaran, khususnya jika dibandingkan dengan wilayah lain di Sumatera.

BACA JUGA:Batik Tunjuk Langit, Lingge dan Gula Merah Raih Perlindungan

“Berkat intervensi dini dan kolaborasi lapangan yang kuat, Sumsel tahun ini relatif lebih ringan dampaknya dibandingkan Riau dan Jambi. Tapi itu tidak berarti kita boleh lengah. Justru sekarang saatnya memperkuat patroli dan pantauan mikro,” jelas Dwikorita, menekankan pentingnya kewaspadaan berkelanjutan.

Deputi Bidang Modifikasi Cuaca, Tri Seto Handoko, memproyeksikan potensi pembentukan awan hujan pada 30 Juli dan beberapa hari ke depan cukup tinggi, meningkatkan peluang keberhasilan OMC. Namun, Seto mengingatkan bahwa OMC hanya satu instrumen mitigasi. Efektivitasnya sangat bergantung pada pengawasan darat yang ketat.

“Kunci utama saat ini adalah patroli darat. Kami minta perhatian khusus di zona merah dan kuning yang secara meteorologis masih sangat mudah terbakar. Jika sampai terbakar, padahal wilayahnya berada di zona biru atau hijau, artinya bukan karena faktor alamiah — ini harus dicermati,” tegasnya.

BACA JUGA:Resmi Dikukuhkan! Pengurus DWP Empat Lawang 2024–2029 Siap Berperan Aktif dalam Pembangunan Daerah

BMKG juga menggarisbawahi pentingnya pemantauan tinggi muka air tanah (TMAT), indikator vital kerentanan lahan. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup per 28 Juli 2025, sejumlah wilayah di Sumsel seperti PALI, Musi Rawas Utara, dan sebagian Musi Banyuasin masih menunjukkan kondisi ‘Rawan’ hingga ‘Berbahaya’. “Wilayah dengan TMAT kategori merah dan hitam harus menjadi sasaran utama patroli. Jika muka air tanah sudah sangat rendah, maka satu percikan saja bisa memicu karhutla besar,” ujarnya.

Secara klimatologis, BMKG memprakirakan curah hujan pada Agustus 2025 akan berada pada kategori rendah hingga menengah, dengan sifat hujan umumnya di atas normal. Meskipun peluang hujan tetap ada, potensi kekeringan dan sebaran asap masih perlu diwaspadai, terutama jika curah hujan aktual lebih rendah dari prakiraan.

“Kami mengimbau agar semua pihak tidak hanya mengandalkan faktor cuaca. Upaya mitigasi harus holistik: dari udara lewat OMC, dari darat lewat patroli dan pengawasan hotspot, serta dari bawah lewat pemantauan air tanah,” tutup Dwikorita, menekankan pendekatan komprehensif dalam menghadapi karhutla. (*/rls)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan