Pasir Putih

Pasir Putih. (Disway)--

Oleh: Dahlan Iskan 

Pun kalau Anda tidak bosan, rasanya saya yang mulai bosan: menulis kisah perjalanan ini. Seperti tidak ada urusan lain yang lebih besar saja. 

Misalnya soal makan siang yang jadi makan bergizi itu: apanya yang salah. Atau heboh soal habib: keturunan Nabi Muhammad atau bukan. 

Benarkah ada yang sengaja menjadikannya isu pertentangan tak kunjung padam di kalangan Islam.  

Begitu banyak kejadian di dalam negeri. Tapi saya di El Paso. Di sebelah pagar perbatasan Amerika Serikat dengan Meksiko. 

BACA JUGA:Jalan Poros Sudah Bisa Dilalui

BACA JUGA:PP Desa Ikut Pelatihan Fisik dan Mental 

Terus di kawasan itu pun bosan. Sudah berhari-hari yang terlihat hanya gurun. Udaranya pun panas. Jalannya lurus-lurus --membosankan. Hanya seperti menyusuri garis-garis di buku tulis.  

Lalu saya sempat berdebat dengan Janet --sayangnya dia didukung suaminyi: mampir ke Pasir Putih atau tidak. Saya bilang tidak. Mereka bilang harus. 

''Kapan lagi bisa ke sini,'' katanyi. 

Perjalanan begitu jauh. Tidak mungkin mereka akan ke sini lagi hanya untuk ke Pasir Putih. Saya bilang, itu tidak penting. Bukan kasus BTS yang kalah sinar dengan kasus timah --sayangnya mereka tidak mengerti apa itu BTS dan timah. 

BACA JUGA:Sopir Mobil Batu Bara Tenggelam di Sungai Ogan, Tim SAR Temukan Korban Tewas Setelah Tiga Hari Pencarian

BACA JUGA:Tuntut Penambahan Kuota P3K, Ratusan Honorer di Musi Rawas Menggelar Aksi

Janet yang menang. Apalagi suaminyi yang sedang pegang kemudi. Saya masih bilang: "Belum tentu kenyataannya seindah foto-fotonya." 

Tag
Share