REL,EMPATLAWANG.BACAKORAN.CO.ID — Badan Legislasi DPR (Baleg DPR) akan menggelar rapat penting setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Putusan ini menimbulkan kontroversi di kalangan legislatif, dengan sejumlah anggota DPR dikabarkan berencana untuk menganulir keputusan tersebut.
BACA JUGA:Prabowo Dihadapan Tantangan Ini! Misi Menjawab Target Ekonomi Indonesia
BACA JUGA:Prabowo Subianto Dihadapkan Warisan Utang Jumbo dari Jokowi: Tantangan Berat di Tahun Pertama
Sebuah sumber internal dari Tempo mengungkapkan bahwa Baleg DPR tengah menyiapkan dua skenario utama.
Pertama, mengembalikan aturan ambang batas Pilkada seperti semula, yaitu minimal 20 persen perolehan kursi DPRD untuk pengusungan calon.
Kedua, memberlakukan putusan MK ini untuk Pilkada 2029, bukan Pilkada 2024 seperti yang seharusnya.
Rapat ini rencananya akan membahas kemungkinan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengatur Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (RUU Pilkada), yang akan merevisi UU Pilkada yang berlaku saat ini.
Salah satu poin yang diusulkan adalah menambahkan Pasal 201B, yang mewajibkan pencalonan kepala daerah sesuai ambang batas di Pasal 40 UU Pilkada.
BACA JUGA:Seleksi Penerimaan CPNS 2024 Resmi Dibuka: Simak Persyaratan dan Link Pendaftaran Resmi di Sini
BACA JUGA:Pemerintah Meluncurkan Program Konversi Sepeda Motor Listrik Gratis per Agustus 2024
Namun, rencana ini mendapat kritik tajam dari para ahli hukum. Bivitri Susanti, anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS), menegaskan bahwa pemerintah dan DPR tidak memiliki wewenang untuk menganulir atau mengubah putusan MK, baik melalui Undang-Undang maupun Perppu. Menurutnya, putusan MK bersifat final dan mengikat, serta tidak bisa dibatalkan oleh lembaga politik.
"Jangan main-main. Di seluruh dunia, tak ada putusan MK yang bisa dibalik oleh lembaga politik," kata Bivitri.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, juga mengingatkan bahwa putusan MK harus dipatuhi karena setara dengan konstitusi. Ia menegaskan bahwa DPR tidak boleh menafsirkan ulang putusan MK, karena tugas penafsiran konstitusi hanya berada di tangan MK.
BACA JUGA:Segini Gaji Paskibraka Tingkat Nasional sampai Kabupaten/Kota