REL , JAKARTA - Sebanyak tiga petinggi smelter swasta didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk.
selama periode 2015–2022. Tindakan mereka diduga telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp300 triliun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Ardito Muwardi, mengungkapkan bahwa ketiga petinggi smelter yang didakwa adalah Tamron alias Aon, Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM); Achmad Albani, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM; serta Hasan Tjhie, Direktur Utama CV VIP.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa, Ardito menyatakan bahwa ketiga terdakwa tersebut telah melakukan perbuatan yang melawan hukum dan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang menyebabkan kerugian bagi keuangan negara.
BACA JUGA:Polisi Sultra Tangkap Dua Nelayan Pengguna Bahan Peledak di Perairan Konawe Selatan
BACA JUGA:Dua Bandar dan Kurir Shabu-Shabu Ditangkap
Selain ketiga petinggi smelter, seorang pengepul bijih timah, Kwan Yung alias Buyung, juga didakwa atas perbuatan serupa.
Keempat terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Secara khusus, Tamron juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
JPU menjelaskan bahwa Tamron diduga melakukan pencucian uang dari hasil korupsi senilai Rp3,66 triliun, yang digunakan untuk membeli alat berat, obligasi negara, hingga ruko.
BACA JUGA:Terdakwa Promotor Judi Online Dituntut 1 Tahun Penjara
BACA JUGA:Ayah Tiri Pelaku KDRT di Pagaralam Ditangkap
Dalam kasus ini, Tamron bersama Achmad, Hasan, dan Buyung, melalui CV VIP dan perusahaan afiliasinya seperti CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung, dan CV Mutiara Jaya Perkasa, diduga melakukan pembelian dan pengumpulan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Aktivitas ini juga melibatkan beberapa smelter swasta lainnya, termasuk PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Menurut JPU, bijih timah yang dikumpulkan dari penambangan ilegal ini kemudian dijual kepada PT Timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor para smelter swasta.