2. Potensi bullying dan cyberbullying
Foto atau video yang dibagikan bisa digunakan oleh teman-teman atau orang lain untuk mengejek atau mengintimidasi anak (bullying) ketika mereka tumbuh besar.
Hal ini karena apa yang tampak lucu bagi orangtua mungkin menjadi bahan ejekan di sekolah.
Dalam kasus yang lebih serius, informasi yang dibagikan bisa digunakan oleh pelaku cyberbullying untuk menyerang atau melecehkan anak secara online.
3. Perasaan malu atau tidak nyaman
Ketika anak-anak tumbuh dewasa, mereka mungkin merasa malu dengan foto atau cerita yang dibagikan oleh orangtua mereka di masa lalu.
Hal ini bisa mengganggu hubungan dan menimbulkan konflik antara orangtua dan anak.
Anak mungkin merasa tidak nyaman mengetahui bahwa momen-momen pribadi mereka telah dibagikan tanpa persetujuan mereka, yang bisa mengurangi rasa percaya diri dan merasa diekspos.
4. Masalah keamanan
Informasi yang dibagikan secara online dapat dimanfaatkan oleh penjahat untuk tindakan kejahatan, seperti penculikan, pencurian identitas, atau eksploitasi.
Lokasi, kebiasaan, dan rutinitas anak bisa diketahui oleh orang yang berniat buruk.
Foto atau video anak yang polos dapat disalahgunakan oleh pedofilia atau pelaku kejahatan seksual pada anak.
5. Dampak psikologis
Seperti yang dilansir dari Unicef, membagikan hal-hal tentang anak secara online tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada mereka bisa membuat anak tidak paham dengan konsep persetujuan (consent) terhadap dirinya.
Padahal, dengan mengajarkan anak konsep persetujuan, orangtua bisa mendidik anak cara menghargai dirinya sendiri.
Hal ini bisa menyebabkan anak merasa kurang berharga atau tidak dihargai. Anak mungkin juga merasa tertekan untuk selalu memenuhi ekspektasi orangtua yang diposting secara publik, yang bisa mengakibatkan stres dan kecemasan pada anak.