REL,BACAKORAN.CO - Pada 20 Januari 2025, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengkritik keras usulan dalam revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang memungkinkan perguruan tinggi untuk menerima wilayah izin usaha pertambangan (WIUP).
Anggota KIKA, Masduki, menilai bahwa wacana tersebut merupakan bentuk sesat pikir dari anggota DPR yang seharusnya berperan menjaga keseimbangan dalam demokrasi dan bukan malah mengalihkan kontrol terhadap sumber daya alam kepada institusi yang seharusnya berfungsi sebagai penyeimbang, seperti perguruan tinggi.
Masduki menegaskan bahwa dalam sebuah negara demokrasi, peran oposisi sangatlah vital, dan jika parlemen gagal menjalankan fungsi tersebut, maka lembaga lain, termasuk ormas, mahasiswa, dan kampus, harusnya dapat bertindak sebagai penyeimbang.
Dalam konteks ini, memberikan izin tambang kepada perguruan tinggi dianggap sebagai langkah mundur yang melawan prinsip-prinsip reformasi 1998, yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara demokrasi yang sejati.
BACA JUGA:Waduh! Nama Aswari Rivai Kembali Disebut Dalam Sidang Kasus Korupsi Tambang Batu Bara di Lahat
Lebih lanjut, Masduki menambahkan bahwa usulan tersebut dapat merusak kebebasan akademik di kampus.
Perguruan tinggi, menurutnya, telah lama berperan sebagai pusat kritik sosial dan penelitian ilmiah, namun jika diberi kewenangan untuk mengelola tambang, maka potensi terjadinya konflik kepentingan sangat besar.
Jika terjadi kerusakan akibat aktivitas tambang, kampus yang terlibat bisa saja lebih memilih untuk menghindari kritik demi kepentingan finansial, alih-alih melakukan peran kritis mereka terhadap isu tersebut.
Wacana ini juga dianggap sebagai bentuk represi terhadap otonomi akademik dalam model yang lebih modern.
Dulu, represi terhadap kebebasan akademik mungkin dilakukan melalui tindakan fisik seperti pemecatan atau penangkapan terhadap dosen dan guru besar.
Namun, dalam model yang lebih baru, represi bisa terjadi dengan cara memberikan beban pekerjaan atau proyek-proyek besar, seperti pengelolaan tambang, kepada perguruan tinggi.
Di sisi lain, pada hari yang sama, Badan Legislatif DPR sedang merumuskan aturan baru untuk memberikan izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi dan UMKM.
Usulan ini menjadi salah satu topik utama dalam pembahasan revisi RUU Minerba yang sedang dibahas DPR menjelang akhir masa reses.
Kelompok masyarakat sipil, termasuk organisasi-organisasi seperti YLBHI, Walhi, dan LHKP Muhammadiyah, turut menyuarakan penolakan terhadap usulan ini, yang mereka anggap dapat merusak tujuan awal pembentukan perguruan tinggi sebagai lembaga yang berfungsi untuk memberikan kritik konstruktif terhadap masalah-masalah sosial danlingkungan.***