REL,EMPATLAWANG.BACAKORAN.CO.ID -Era Presiden Joko Widodo menandai kemajuan signifikan bagi Pulau Sumatera melalui pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera.
Proyek ini berhasil meningkatkan konektivitas antar daerah serta memperlancar distribusi barang, menjadikan jalan tol sebagai pilihan utama bagi banyak orang.
Pada masa libur Lebaran lalu, keberadaan tol ini memfasilitasi para pemudik dari Pulau Jawa yang memilih jalur darat ke Sumatera dengan kendaraan pribadi.
Perjalanan yang dulunya memakan waktu 18 jam dari Jakarta ke Palembang kini bisa ditempuh hanya dalam delapan jam.
BACA JUGA:Gunung Tiban di Jawa Tengah: Fenomena Air Mendidih dan Lahar Aktif.
Namun, meskipun membawa banyak manfaat, tol ini juga menimbulkan masalah baru, yaitu penumpukan kendaraan di Pelabuhan Merak.
Kapasitas pelabuhan yang tidak memadai untuk menampung kendaraan pemudik menyebabkan antrian panjang dan keluhan dari para pemudik.
Hal ini memunculkan kembali pertanyaan tentang pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS), sebuah proyek besar yang diharapkan bisa mengatasi masalah tersebut.
BACA JUGA:Di Era Akhir masa jabatan Presiden Jokowi Ada 6 tol yang siap di Resmikan pada tahun ini!.
Gagasan JSS sebenarnya sudah ada sejak tahun 1960-an oleh Profesor Sediyatmo dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Proyek ini awalnya diberi nama Trinusa Bimasakti dan direncanakan untuk menghubungkan Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali.
Pada tahun 1989, desain penghubung berupa terowongan bawah laut diserahkan kepada Presiden Soeharto, dan kemudian di tahun 1997, Soeharto menugaskan Profesor BJ Habibie untuk melanjutkan proyek ini.
Namun, setelah berbagai kajian, disimpulkan bahwa jembatan lebih layak dibandingkan terowongan.
Di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, JSS dimasukkan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Meski demikian, proyek ini belum terlaksana dengan alasan ekonomi Sumatera yang belum maju sehingga dikhawatirkan akan memicu perpindahan penduduk dari Jawa ke Sumatera.
Pemerintahan Presiden Jokowi tidak membatalkan megaproyek ini, namun menundanya karena alasan finansial dan risiko besar yang terkait.