REL, Sekayu – Tari Setabik, tradisi masyarakat Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan (Sumsel), resmi meraih sertifikat Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada Selasa, 19 November 2024 lalu.
Pengakuan ini diberikan setelah melewati proses seleksi ketat yang melibatkan 668 usulan dari 31 provinsi, di mana hanya 272 yang berhasil lolos penilaian tim ahli WBTB.
Tari Setabik menjadi satu-satunya tradisi dari Sumsel yang mendapat predikat WBTB tahun ini.
Informasi ini dikonfirmasi melalui laman resmi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Muba.
Apa itu Tari Setabik? Dilansir dari situs Giwang Sumsel, "setabik" berasal dari kata tabik, yang berarti penghormatan.
Tari Setabik awalnya digunakan untuk menyambut tamu kehormatan di masyarakat Muba.
Namun, karena jarang ditampilkan di ruang publik, tarian ini sempat hampir punah.
Berbagai inisiatif untuk melestarikan Tari Setabik dilakukan, termasuk menjadikannya bagian dari pendidikan seni budaya di sekolah-sekolah di Sekayu.
Dukungan dari guru seni budaya dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Muba menjadi kunci keberlangsungan tradisi ini.
Salah satu ciri khas Tari Setabik adalah pemberian kapur sirih kepada tamu agung.
Penari yang membawa kotak emas berisi kapur sirih akan menyuguhkannya kepada tamu kehormatan.
Tamu tersebut kemudian mengambil dan mencicipinya sebagai simbol penghormatan.
Gerakan khas lainnya adalah gerak tabik, yaitu posisi tangan kanan membentang di samping pelipis sebagai tanda memberi hormat.
Gerakan ini menjadi identitas unik yang tidak ditemukan pada tarian lain.
Tari Setabik biasanya dibawakan oleh tujuh hingga sembilan penari perempuan, dengan satu penari di tengah membawa kotak emas.