REL, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (RM) sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.
Rohidin diduga memanfaatkan pencairan honor pegawai tidak tetap (PTT) dan guru tidak tetap (GTT) se-Provinsi Bengkulu sebagai strategi politik menjelang Pilkada 2024.
Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, RM memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemprov Bengkulu, berinisial SD, untuk mencairkan honor pegawai honorer sebelum 27 November 2024, yang seharusnya diterima pada bulan Desember.
Saudara SD diminta mencairkan honor sebesar Rp 1 juta per orang sebelum hari pencoblosan.
Harapannya, pencairan ini akan memengaruhi para guru honorer agar memilih yang bersangkutan pada Pilkada mendatang, ungkap Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (24/11/2024).
Alex menegaskan bahwa tidak ada potongan honor dalam pencairan dini ini.
Namun, upaya percepatan tersebut dinilai sebagai bentuk pemanfaatan jabatan demi keuntungan politik.
Ini dilakukan dengan harapan agar para guru honorer merasa senang dan loyal sehingga memilih yang bersangkutan. Ini contoh nyata pemanfaatan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, tambah Alex.
Selain Rohidin, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri (IF) dan ajudan gubernur Anca (AC).
Dalam pengungkapan kasus ini, KPK menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 7 miliar dalam tiga mata uang: Rupiah, Dolar Amerika Serikat (USD), dan Dolar Singapura (SGD).
BACA JUGA:5 Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak, Apa Pentingnya?
BACA JUGA:6 Tips Memilih Pengasuh Anak agar si Kecil Aman dan Nyaman
Uang dan barang bukti ditemukan di sejumlah lokasi strategis, ungkap Alex tanpa merinci lebih lanjut.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 KUHP.
Rohidin Mersyah, yang maju sebagai calon gubernur petahana dalam Pilkada 2024, kini harus menghadapi tuduhan berat. Kasus ini menambah panjang daftar politikus yang terjerat kasus korupsi menjelang pemilu.