Pakar Hukum Ingatkan Pemerintah Berhati-hati dalam Penegakan Hukum Sektor Pertambangan

Sabtu 11 Jan 2025 - 10:30 WIB
Reporter : Edo
Editor : Edo

REL,BACAKORAN.CO - Pakar hukum pidana korporasi dan korupsi dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting, mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menegakkan hukum di sektor pertambangan. Ia menilai, tindakan yang serampangan tersebut dapat berdampak buruk terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dapat menurunkan minat investasi di Indonesia.

BACA JUGA: Jaksa Agung Umumkan Daftar Kasus Koruptor Tambang Timah, Kerugian Negara Capai Rp310,6 Triliun

BACA JUGA: Patut Dicontoh! Alih Fungsi Lahan Tambang di Kaltim Jadi Perkebunan Kelapa Sawit

Pernyataan tersebut disampaikan setelah penetapan lima perusahaan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi terkait tata niaga timah. Jamin Ginting menilai bahwa perusahaan-perusahaan tersebut hanya menjalankan pekerjaan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati dengan PT Timah. Ia menegaskan bahwa tindakan enkripsi kewenangan yang melibatkan pejabat PT Timah atau pihak lain yang terlibat dalam suap menyuap dapat dianggap sebagai tindak pidana korupsi. Namun, ia mengancam upaya kerusakan lingkungan dengan tindak pidana korupsi.

“Jika hanya terkait dengan kerusakan lingkungan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP), ini tidak bisa langsung dituduh sebagai tindak pidana korupsi,” ujar Jamin Ginting dalam keterangannya pada Kamis, 9 Januari 2025. Ia menambahkan, hal ini seharusnya diatur oleh undang-undang lain yang sudah lebih jelas mengaturnya, seperti Undang-Undang Lingkungan Hidup.

BACA JUGA: Luar Biasa! Dua Polisi Polda Babel Diganjar penghargaan Usai Bongkar Kasus Tambang Ilegal dan Pencurian Biji T

BACA JUGA: Daftar Orang Terkaya di Indonesia 2024: Dominasi Bisnis Perbankan, Pertambangan, dan Petrokimia

Jamin juga menanggapi pernyataan mengenai kerugian negara yang mencapai Rp300 triliun dalam kasus tersebut. Ia mengingatkan bahwa jumlah kerugian negara yang disebutkan dalam dakwaan tidak menjadi pertimbangan dalam putusan hakim, dan kompensasi kerugian negara tidak dapat otomatis disimpulkan sebagai tindak pidana korupsi.

Lebih lanjut, Jamin mengutip Pasal 14 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang dengan tegas menyatakan bahwa hanya melakukan perbuatan pidana yang merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, dan beberapa tindakan lain yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Ia juga menyoroti potensi perluasan makna tindak pidana korupsi yang berisiko terhadap kebijakan hukum, terutama dalam kasus-kasus yang lebih spesifik, seperti kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan.

BACA JUGA: Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Fakta-fakta Mengerikan di Balik Kasus Dugaan Tambang Ilegal

BACA JUGA: Daftar Orang Terkaya di Indonesia 2024: Dominasi Bisnis Perbankan, Pertambangan, dan Petrokimia

Sementara itu, Pakar Hukum Pertambangan, Abrar Saleng, turut memberikan pendapat terkait hal ini. Menurutnya, penegakan hukum yang tidak mempertimbangkan aspek teknis dan hukum pertambangan dapat mengancam investasi di sektor tersebut. “Jika penambang merasa takut dianggap melakukan tindak pidana korupsi, mereka bisa jadi enggan untuk berinvestasi,” ujar Abrar. Ia menambahkan bahwa penegakan hukum yang salah dapat menimbulkan ketakutan yang berlebihan, mengingat bahwa tindak pidana korupsi dianggap sebagai perbuatan yang sangat serius dalam hukum Indonesia.

Kritikan ini menggarisbawahi pentingnya penegakan hukum yang tepat dan hati-hati dalam sektor pertambangan, agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap investasi dan stabilitas ekonomi Indonesia.***

 

 

Kategori :