kiriman dari teman lama itu. Isinya bervariasi. Kadang soal pembangunan Maritim –sampai lima seri.
Salah satunya: bagaimana Aceh bisa jadi pusat maritim baru Indonesia. Yakni memanfaatkan program
Thailand yang membangun terusan di ''leher'' negaranya. Terusan itu sebagai jalan pintas bagi lalu-lintas
kapal dari Lautan Hindia ke Laut China Selatan –tanpa lewat Selat Melaka yang sudah terlalu ramai.
Terusan itu juga sekaligus mengurangi peran pelabuhan Singapura.
Artikel itu ganti saya kirim ke beberapa aktivis Aceh. Reaksi mereka: konsep seperti itu dulu pernah
dibicarakan. Tapi terlalu ideal untuk bisa dilaksanakan.
Yang juga menarik adalah tulisan GWS tentang guru. Sampai tiga seri. Intinya: sistem pendidikan guru
harus dikembalikan ke model tertutup. Kembali ke zaman awal lahirnya IKIP atau bahkan sebelumnya.
Model pendidikan guru terbuka seperti sekarang membuat kualitas guru sangat rendah.
Kemarin pagi, tulisan GWS yang sampai ke saya juga menggelitik. Judulnya saja sudah menarik: Kapal
Tenggelam di Darat.
Isinya tentang nasib seorang dirut BUMN di bidang kapal penyeberangan. Sebenarnya saya juga ingin
menulis seperti yang ditulis GWS. Tapi saya khawatir dinilai kurang objektif --mengingat saya mantan
sesuatu.