Rel, Bacakoran.co – Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 10 Margaguna, Jakarta Selatan, meluncurkan program kelas malam.
Sebagai terobosan baru untuk memberikan akses pendidikan yang lebih luas, khususnya bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang sempat putus sekolah.
Program ini menjadi bagian dari visi besar Presiden Prabowo Subianto dalam menciptakan pendidikan inklusif dan menyeluruh bagi kelompok miskin dan miskin ekstrem, sebagaimana tertuang dalam program Sekolah Rakyat yang menyasar Desil 1 dan 2 Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
SRMA 10 Margaguna berada di bawah naungan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) dan menempati lahan seluas lebih dari empat hektare dengan fasilitas lengkap. Sekolah ini menerima 100 siswa, terdiri dari 56 laki-laki dan 44 perempuan, dengan akomodasi asrama yang maksimal diisi oleh empat siswa per kamar.
Belajar Malam yang Menyenangkan dan Edukatif
Program kelas malam dimulai setelah jam belajar reguler (07.00–14.30 WIB), dan dilanjutkan hingga pukul 21.00 WIB. Kegiatan mencakup pelajaran bahasa Inggris, membaca buku, diskusi analisis, hingga aktivitas seni dan budaya yang membangun karakter.
BACA JUGA:Beras Gratis Bakal Diserahkan ke 35.380 KK di Muba
BACA JUGA:Pemkab Muba Luncurkan Aplikasi SKM Terpadu
"Walaupun belajar sampai malam, program ini kami rancang menyenangkan. Jadi siswa tidak merasa terbebani,” ujar salah satu pengelola sekolah.
Untuk memastikan kenyamanan dan keamanan siswa, sekolah menyiapkan 17 guru mata pelajaran, 11 wali asuh, dan dua wali asrama yang mendampingi mereka hingga malam. Para guru juga ikut menginap, menciptakan suasana kekeluargaan dan bimbingan yang intensif.
“Malamnya itu bisa bercerita, ngobrol, belajar bareng, bahkan tidur bersama. Guru-guru juga menginap untuk mendampingi kelas malam,” lanjut pihak sekolah.
Fasilitas Lengkap Tanpa Biaya
SRMA 10 Margaguna menyediakan fasilitas gratis yang mendukung minat dan bakat siswa, seperti perpustakaan, pusat kebugaran (gym), studio musik, lapangan bulu tangkis, dan voli. Semangat pembelajaran tidak hanya terbatas pada pelajaran akademik, tetapi juga pengembangan kepribadian dan soft skills siswa.
Inklusivitas Pendidikan untuk Masa Depan Anak Bangsa
Sebagian besar siswa berusia antara 15 hingga 21 tahun, berasal dari latar belakang keluarga miskin yang sebelumnya putus sekolah karena berbagai keterbatasan ekonomi dan sosial.