Fakta Baru Kasus Korupsi APAR, Proyek ‘Titipan’ Tanpa Musdes

Sidang korupsi pengadaan APAR di Kabupaten Empat Lawang mengungkap praktik monopoli proyek oleh terdakwa Aprizal. Proyek ini disebut tak pernah dibahas dalam musyawarah desa dan menimbulkan kerugian negara, Selasa (8/10/2025). Foto: Istimewa--

REL, Palembang – Persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di Kabupaten Empat Lawang kembali menghadirkan fakta mengejutkan.

Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Rabu (8/10/2025), sebanyak 11 saksi, termasuk para pendamping desa, membeberkan peran terdakwa Aprizal dalam proyek pengadaan APAR yang diduga sarat praktik monopoli.

Aprizal, tenaga ahli DPRD Kabupaten Empat Lawang, didakwa menyelewengkan dana desa tahun anggaran 2022–2023 untuk program pengadaan APAR di 147 desa.

Berdasarkan kesaksian para saksi, proses perencanaan hingga pelaksanaan proyek tersebut tidak pernah melalui mekanisme sah sebagaimana mestinya.

BACA JUGA:Heboh di Lintang Kanan! Mayat Pria Ditemukan Hanyut di Sungai Rantau Alih, Warga Geger Sekampung!

Salah satu saksi, Ahmad Hafis, pendamping desa Kecamatan Tebing Tinggi, mengungkapkan bahwa pengadaan APAR tidak pernah dibahas dalam musyawarah desa (Musdes).

“Yang saya ketahui, di tahun 2022 saat Musdes digelar, tidak ada pembahasan mengenai pengadaan APAR,” ujar Hafis di hadapan majelis hakim.

Hafis menuturkan, dirinya baru mengetahui program tersebut setelah menerima rancangan anggaran biaya (RAB) yang sudah berisi rincian pengadaan APAR untuk seluruh desa.

“Dalam RAB sudah tercantum pengadaan APAR yang disebut sebagai titipan dari Pak Aprizal,” tambahnya.

BACA JUGA:Kemendikdasmen Dorong Hasil TKA Jadi Syarat Masuk Akmil, Akpol, dan Sekolah Kedinasan

Ketika dikonsultasikan kepada koordinator pendamping desa, Bembi, saksi mengaku hanya mendapat instruksi untuk tetap melanjutkan program tanpa keberatan.

Ia kemudian meneruskan sosialisasi ke para kepala desa bahwa dana pengadaan APAR akan dipotong dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Namun, kebijakan itu tidak berjalan mulus.

Beberapa kepala desa menolak lantaran menilai program tersebut tidak sesuai kebutuhan dan dilakukan secara sepihak.

Fakta lain yang terungkap dalam persidangan, setiap desa diwajibkan membeli APAR seharga Rp8,8 juta per unit dari pihak terdakwa.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan