Petani Rugi Akibat Bibit Sawit Tak Resmi

Suwandi, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kabupaten Lahat, tak bisa menyembunyikan keprihatinannya. Foto: IST--
/// APKASINDO Lahat Imbau Jeli Sebelum Membeli
REL, Lahat - Suwandi, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kabupaten Lahat, tak bisa menyembunyikan keprihatinannya.
Ia melihat semakin banyak petani, terutama petani pemula, yang terjebak membeli bibit kelapa sawit tidak resmi hanya karena tergiur harga murah.
“Banyak petani memilih bibit tanpa sertifikat karena murah dan kurang tahu risikonya,” ujarnya, Kamis (16/10).
Namun di balik harga murah itu, ancaman kerugian besar mengintai. Bibit yang tidak resmi umumnya berasal dari varietas Dura atau bahkan Pesifera.
BACA JUGA:Tiga Kurir Narkoba di Palembang Divonis Mati dan Seumur Hidup
Meski buah varietas Dura tampak besar, kandungan minyaknya rendah—sering di bawah 14 persen.
Pabrik CPO biasanya menolak hasil panen jenis ini karena tak efisien untuk produksi. Lebih parah lagi, varietas Pesifera nyaris tak menghasilkan minyak sama sekali, hanya sabut tebal yang tak bernilai jual.
Sebaliknya, bibit resmi dengan varietas Tenera—hasil persilangan Dura dan Pesifera—adalah satu-satunya jenis unggul yang layak untuk produksi komersial minyak sawit mentah (CPO).
Suwandi menuturkan, banyak petani baru menyadari bahwa bibit mereka palsu ketika pohon sawit sudah berbuah, tetapi hasilnya sangat rendah.
BACA JUGA:Pelaku Pembunuhan di Jalan Sekayu di Tangkap Polisi
“Biasanya mereka beli lewat media sosial, harganya murah, bungkusnya mirip asli. Tapi setelah tumbuh besar, baru ketahuan tidak produktif,” jelasnya.
Bibit tidak resmi dijual antara Rp1.300–Rp1.600 per biji, atau sekitar Rp200 ribu–Rp250 ribu per 150 biji. Sementara bibit bersertifikat dari balai pemerintah memang lebih mahal, sekitar Rp9.200 per biji atau Rp50–60 ribu per batang, tapi hasilnya terbukti jauh lebih unggul.
“Bibit resmi bisa berproduksi dalam waktu 48 bulan dengan hasil di atas lima kilogram tandan buah segar per pohon, sesuai standar industri. Sedangkan bibit palsu bisa dua kali lebih lama dan tetap rendah hasilnya,” tegas Suwandi.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, APKASINDO Lahat mengajukan tiga langkah strategis kepada pemerintah daerah: