Penggalan sajak berikut mungkin sudah tak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat:
"Barangsiapa tiada memegang agama,
Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama."
Namun, tahukah Anda bahwa sajak ini berasal dari karya sastra terkenal bernama Gurindam Dua Belas?
BACA JUGA:Riau Science Centre, Wujud Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Pekanbaru
Gurindam Dua Belas merupakan mahakarya sastra Melayu yang ditulis oleh Raja Ali Haji, seorang pujangga terkenal dari abad ke-19.
Karya ini tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga memiliki nilai filosofis yang dalam.
Apa Itu Gurindam? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gurindam adalah sajak dua baris yang mengandung petuah atau nasihat.
Kata gurindam sendiri berasal dari bahasa Tamil, yakni kirindam yang berarti umpama.
BACA JUGA:Mie Tarempa: Hidangan Khas Kepulauan Riau yang Menggugah Selera
Gurindam Dua Belas menggabungkan nilai-nilai agama Islam, seperti rukun Islam, syariat, dan iman, dengan budaya Melayu, sehingga berfungsi sebagai pedoman moral dan spiritual.
Meski memiliki akar dari sastra Hindu, Gurindam Dua Belas diadaptasi dan diperkaya dengan unsur-unsur budaya Melayu dan ajaran Islam.
Hal ini menjadikannya lebih dari sekadar karya sastra, melainkan juga panduan dalam membangun nilai-nilai kehidupan yang luhur.
Gurindam Dua Belas mengajarkan manusia untuk hidup berdasarkan prinsip keimanan, etika, dan kearifan lokal yang telah mendarah daging di masyarakat Bugis-Melayu.
BACA JUGA:Keripik Gonggong Khas Batam: Lezatnya Camilan Laut dari Kepulauan Riau
Sebagai karya sastra yang sarat makna, Gurindam Dua Belas memberikan pelajaran penting tentang kehidupan. Setiap baitnya mengandung nasihat yang relevan untuk berbagai aspek, mulai dari akhlak, keimanan, hingga tanggung jawab sosial.