Nilai akuisisi Rp1,2 triliun memang angka yang fantastis, tapi mari kita hitung dengan logika bisnis, bukan
logika kriminal. Dalam industri pelayaran, akuisisi perusahaan berikut izin operasinya memang selalu
lebih mahal daripada membeli kapal kosong. Mengapa? Karena yang dibeli bukan hanya aset fisik, tapi
juga:
- Izin trayek yang sudah proven profitable
- Customer base yang sudah established
- Revenue stream yang sudah berjalan
- Track record operasional yang sudah teruji
Ini seperti membeli franchise McDonald's versus buka burger stall sendiri. Yang pertama mahal, tapi
sudah ada brand, system, dan customer. Yang kedua murah, tapi belum tentu laku dan butuh effort dari
nol.
Ketika IMO GISIS dijadikan standar tunggal untuk menentukan usia kapal dalam valuasi, apakah ini fair?
Standar internasional memang penting, tapi konteks bisnis lokal juga tidak bisa diabaikan.
Kapal yang beroperasi di perairan Indonesia dengan regulasi Indonesia, melayani rute Indonesia, tentu
punya karakteristik valuasi yang berbeda dengan kapal yang beroperasi di Mediterania atau Baltic Sea.
Bisnis di Negeri Seribu Prasangka