Transformasi Dakwah Digital: Suara Anak Muda Muslim di Era Modern

Guz Azmi Askandar. Foto: Istimewa.--
Dakwah sebagai sarana penyebaran ajaran Islam telah mengalami berbagai transformasi dari masa ke masa. Dari tradisi lisan dan tulisan klasik, kini dakwah memasuki babak baru yang lebih dinamis, yaitu dakwah digital. Generasi muda Muslim memegang peranan penting dalam fase ini.
Mereka bukan hanya sebagai penerima pesan dakwah, tetapi juga menjadi subjek aktif yang menyebarkannya. Media sosial seperti YouTube, TikTok, dan Instagram telah menjelma menjadi “mimbar digital” tempat pesan-pesan keislaman disampaikan.
Dengan bahasa yang ringan, visual yang menarik, dan pendekatan yang relatable, dakwah kini bisa dinikmati oleh audiens dari berbagai latar belakang, bahkan yang sebelumnya tidak tertarik pada ceramah konvensional.
BACA JUGA:Wajib Dikunjungi, Ini Wisata Religi di Bajawa Lebih Indah dari Puncak Bogor? Ini Kata Wisatawan!
Salah satu tokoh yang berhasil memanfaatkan transformasi ini adalah Gus Azmi Askandar, sosok muda yang dikenal melalui grup hadrah Syubbanul Muslimin. Dengan wajah ramah dan suara merdu, Gus Azmi berhasil menyampaikan nilai-nilai keislaman melalui syair dan dakwah yang menyejukkan, terutama kepada kalangan remaja dan anak muda.
Begitu pula dengan Ustaz Felix Siauw, seorang mualaf berdarah Tionghoa yang telah lama berdakwah melalui media digital. Dengan gaya penyampaian yang lugas dan analitis, Felix banyak mengangkat tema-tema kontemporer yang dekat dengan problematika generasi muda, seperti identitas, hijrah, dan pergaulan. Kehadirannya menjadi warna baru dalam dunia dakwah digital.
Dakwah digital tidak lagi bersifat satu arah. Ia bersifat dialogis. Penonton bisa langsung memberikan respons, bertanya, dan berdiskusi. Bahkan tidak jarang, dakwah digital menimbulkan diskusi publik yang luas. Inilah salah satu keunggulan media baru—membangun partisipasi dan keterlibatan.
BACA JUGA:Menikmati Wisata Religi di Bajawa Lebih Indah dari Puncak Bogor? Ini Kata Wisatawan!
Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa ruang digital juga penuh dengan tantangan. Banyak konten keislaman yang tidak melalui proses verifikasi ilmiah, sehingga rawan terjadi penyimpangan tafsir atau bahkan hoaks keagamaan. Inilah mengapa penting bagi para influencer dakwah muda untuk dibekali dengan pemahaman agama yang benar dan akhlak yang baik.
Dakwah digital sejatinya bukan sekadar tentang menjadi terkenal. Ia adalah amanah besar yang membawa dampak bagi banyak orang. Influencer Muslim seperti Oki Setiana Dewi, misalnya, menunjukkan bagaimana dakwah dapat dibalut dengan kesantunan, keteladanan, dan nilai keluarga. Ia tidak hanya berceramah, tapi juga memberikan contoh nyata melalui kehidupan pribadi dan sosialnya.
Kehadiran para pendakwah muda di ruang digital telah memberi wajah baru pada Islam. Mereka hadir tidak dengan menghakimi, tetapi mengajak dengan lembut. Mereka tidak memaksa, tapi menginspirasi. Cara dakwah seperti ini sangat dibutuhkan di tengah dunia yang penuh kegaduhan, kritik, dan polarisasi.
BACA JUGA:Idul Fitri 1446 H Berpotensi Serempak, MTA dan Muhammadiyah Rayakan Bersama?
Selain itu, komunitas seperti Indonesia Tanpa Pacaran (ITP) juga menjadi fenomena menarik. Meskipun sering menimbulkan kontroversi, keberadaannya menunjukkan bahwa dakwah digital memiliki pengaruh besar terhadap gaya hidup anak muda. Perlu adanya pendampingan dari para ulama agar gerakan seperti ini tetap sejalan dengan maqashid syariah. Kunci utama keberhasilan dakwah digital terletak pada keseimbangan antara konten yang benar, cara yang bijak, dan niat yang tulus. Para pendakwah muda harus sadar bahwa mereka adalah representasi Islam di ruang publik digital. Setiap kata dan perilaku mereka dapat menjadi cermin Islam itu sendiri.
Pendapat: