Gubernur HD Soroti Keterampilan dan Literasi Keuangan

SAKSI: Gubernur Sumsel, H. Herman Deru, menyaksikan penandatanganan 800.000 akad Kredit Usaha Rakyat (KUR) gang diperuntukkan bagi para pelaku UMKM, Selasa (21/10/2025). Foto: Humas Pemprov Sumsel--
REL, Palembang – Pemerintah kembali menggelar penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) secara masif sebagai upaya nyata mendorong sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) nasional. Sebanyak 800.000 akad KUR untuk pelaku UMKM dari 38 provinsi di Indonesia ditandatangani secara serentak, termasuk di Sumatera Selatan (Sumsel).
Gubernur Sumsel, H. Herman Deru (HD), menyaksikan langsung proses penandatanganan akad secara virtual dari Graha Bina Praja Provinsi Sumsel. Kegiatan ini merupakan bagian dari Akad Massal KUR Nasional yang dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian secara hybrid.
Di Sumsel, acara diikuti oleh 300 debitur yang hadir langsung di Aula Bina Praja, dengan partisipasi dari bank penyalur utama seperti Bank Sumsel Babel, Bank Mandiri, dan BNI.
Gubernur Herman Deru menjelaskan bahwa skema KUR yang disalurkan memiliki variasi plafon yang disesuaikan dengan kebutuhan dan penilaian perbankan.
BACA JUGA:Sumsel Dicanangkan Jadi Episentrum Investasi Hijau Berbasis Petani
“Plafonnya mulai dari Rp50 juta, Rp200 juta, hingga Rp500 juta. Program ini merupakan upaya nyata pemerintah untuk mendorong perekonomian melalui sektor UMKM agar terus tumbuh dan berdaya saing,” ujar HD, yang didampingi Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumsel, Amiruddin.
Namun, HD menekankan bahwa permodalan bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan UMKM. Menurutnya, ada dua faktor krusial lain yang wajib diperhatikan.
"Yang paling penting adalah keterampilan berwirausaha. Modal bisa diberikan, tapi tanpa keterampilan, usaha sulit berkembang,” tegasnya.
Selain keterampilan, faktor pemasaran juga disebut menjadi kunci. Jika pasar sudah terbuka luas, akses permodalan dinilai akan mengikuti dengan sendirinya.
BACA JUGA:WASPADA! Sumsel Masuk Masa Kritis Peralihan Musim
Gubernur HD juga menyoroti permasalahan klasik yang menghantui sektor ini, yakni tingginya kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) di kalangan UMKM. Ia menilai, tingginya NPL sebagian besar disebabkan oleh minimnya literasi keuangan para debitur.
“Setelah penyaluran, perlu ada edukasi dan pelatihan. Jangan sampai debitur menganggap pinjaman ini sebagai hibah. Mereka harus mengerti hak dan kewajiban,” saran HD.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, ia secara khusus meminta perbankan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk meningkatkan pendampingan dan edukasi kepada nasabah agar mereka memahami betul posisi sebagai debitur.
HD menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa di tengah keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pertumbuhan ekonomi daerah harus digerakkan oleh sektor riil dan partisipasi aktif masyarakat pelaku usaha.